BAHAN
KHOTBAH
Markus
12: 28 – 34
Tema: KEWAJIBAN MANUSIA TERHADAP TUHAN
Pdt. Jusuf
Hutapea
I. PENDAHULUAN
Perintah atau
Hukum tentang mengasihi Allah tidak
lengkap tanpa hukum tentang mengasihi sesama. Dari penempatan hukum kedua ini,
bisa kita simpulkan bahwa seseorang tidak mungkin bisa mengasihi Allah jika ia
tak bisa mengasihi sesamanya. Kasih kepada sesama merupakan bagian yang penting
dan integral dari ibadah kepada Allah. How can
we love God when we hate/dislike somebody? To love others we
must first understand that we are loved by God. Karena barang siapa
berkata mengasihi Allah tetapi membeci saudaranya adalah merupakan kebohongan
atau dusta. Mengapa karena itu tidak mungkin (bdn. 1Yoh. 2: 4, 9). Nas yang disampaikan oleh Yesus ini adalah
kombinasi antara Ulangan 6: 4-5 dengan Imamat 19: 18. Hukum ini menjadi
landasan hidup dan pedoman bagaimana
cara atau sikap hidup berkenan di hadapan Allah. Pertanyaan ahli Taurat ini mendapatkan jawaban yang sangat bijaksana
dari Tuhan Yesus, sekaligus jawaban ini membuat tidak ada seorang pun yang
berani bertanya lagi kepada Yesus. Jawaban Yesus ini sepertinya menusuk dalam
setiap hati pendengar yang membuat mereka bungkam.
Mengapa muncul pertanyaan tentang
hukum yang terutama kepada Yesus? Karena dalam masa Yesus, orang-orang Yahudi
mengumpulkan kurang-lebih 600-an hukum keagamaan. Dan pemimpin agama selalu
mencoba untuk membaginya menjadi hukum mayor
dan minor. Pengelompokkan hukum
ini melahirkan pertentangan karena perbedaan pendapat. Kemungkinan besar
pertanyaan kepada Yesus ini adalah untuk memecahkan pertentangan dalam
penentuan pengelompokan hukum keagamaan tersebut. Karena nampaknya tidak ada tujuan pertanyaan
ini untuk menjebak Tuhan Yesus (ay. 28, 34). Maka jawaban Yesus ini mendasarkan
hukum pada Kasih terhadap Allah dan sesama manusia. Jawaban ini tidak
bertentangan dengan hukum mana pun. Itu sebabnya mereka tidak lagi mengajukan
pertanyaan atau protes kepada Yesus.
Seluruh kehidupan kita mestinya dilandasi
oleh satu hal penting, yaitu mengasihi Allah dan dengan wujudnyatanya mengasihi
sesama. Nas ini menginsyafkan kita untuk terus menelisik dan mencermati segala
motivasi dari ibadah, atauran-aturan di gerja, perbuatan baik, bahkan doktrin
yang kita percayai: apakah itu semua didasari dengan mengasihi Allah dan
sesama, ataukah justru karena alasan yang lain? Ini koreksi penting bagi kita
dalam memahami Sikap Hidup di Hadapan Tuhan yang harus atas dasar mengasihi
Allah dan sesama, itu sebabnya saya membuat tema Kotbah ini adalah KEWAJIBAN
MANUSIA TERHADAP TUHAN.
II. Penjelasan Nas
Dua hal yang akan kita
perdalam dalam nas ini tentang Kewajiban Manusia Terhadap Tuhan:
1. Mengasihi
Tuhan Dengan Benar (28-30)
Di dalam menjawab,
Yesus tidak mengacu kepada tradisi para ahli Taurat, tetapi kepada hukum yang
tertulis dalam Ulangan 6: 4-5. Kutipan ini diambil dari LXX dengan menambahi
kata-kata “dan dengan segenap akal
budimu.” Mengapa? Karena menurut hemat saya “akal budi” dan “hati” sesungguhnya
adalah hal yang sama dalam pemikiran orang Ibrani. Namun itu berbeda dalam
pemikiran orang Yunani. Jawaban Yesus diawali dengan mengatakan: “dengarlah hai
orang Israel,
Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.” Perkataan ini diambil dari pengakuan iman
yang dikenal sebagai “Shena” dan
diucapkan setiap hari oleh orang Yahudi yang saleh. Pengakuan iman ini adalah
untuk menegaskan prinsip iman khusus dari kepercayaan orang Ibrani, yaitu bahwa
Allah itu esa. Jadi Allah yang dimaksud dikasihi oleh Yesus itu, bukan Allah
yang lain tetapi Allah yang ada dalam pengakuan iman orang Ibrani. Allah ini
adalah Allah yang benar-benar Allah. Kemudian Yesus melanjutkan dengan
“kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” Saya meringkas ini
dengan point pertama adalah Mengasihi
Allah Dengan Benar. Cara yang benar mengasihi Allah harus dengan
sungguh-sungguh (segenap hati dan jiwa), harus dengan segenap kemampuan (akal
budi dan kekuatan). Inilah kewajiban pertama manusia terhadap Allah.
2. Mengasihi Sesama Manusia Dengan Benar (ay. 31-34)
Kewajiban
manusia terhadap Allah yang kedua adalah mengasihi sesame manusia dengan benar
dan ini menjadi bukti sudah mengasihi Allah dengan benar. Karena kedua
kewajiban ini memiliki hubungan yang intergral. Hukum yang kedua ini dikutip
kata demi kata dari LXX Imamat 19: 18. Di dalam hukum ini adalah landasan dan
ringkasan dari Kewajiban Terhadap Allah menjadi Kewajiban terhadap Sesama.
Hukum ini sudah melandasi seruluh hukum Taurat dan kitab para nabi (Mat. 22:
40). Cara yang benar mengasihi sesama adalah harus mengasihi seperti diri
sendiri. Mungkin ini bagi sebagian orang kenyataannya aneh. Atau berpikir tidak
mungkin. Tetapi inilah klimaks mengasihi yang Yesus harapkan kita lakukan.
Buktinya, orang Saduki bungkam dan tidak protes. Tidak ada lagi teka-teki
teologis yang mereka sampaikan setelah perkataan Yesus ini. Saya yakin Tuhan
memberi kita kemampuan dengan batas kasih seperti ini; mengasihi sesama seperti
diri sendiri. Mengasihi Allah dengan
benar dan mengasihi sesama dengan benar lebih penting daripada persembahan dan
pengorbanan. Itu sebabnya dikatakan, jika mau mempersembahkan persembahan atau
korban, tetapi teringat membeci saudara, maka tinggalkan persembahan itu dan
selesaikan dulu persoalan (kasihi lebih dahulu sesamamu) baru kembali mempersembahkan
persembahan kepada Tuhan.
III.
Perenungan/Refleksi
Saya sangat tertarik dengan satu tokoh yang
luar biasa. Jika pernah mendengar kata-katanya ini mungkin kita mengingat dia: “Each one of them is Jesus in disguise”
atau terjemahannya, “Masing-masing dari mereka adalah Tuhan Yesus yang sedang
menyamar”. Yaitu Bunda Teresa. Siapakah yang dimaksud dengan “mereka”?
“Mereka” adalah “sesama” kita; terutama sesama yang sangat membutuhkan belas
kasihan kita. Dan mereka itu adalah Tuhan Yesus yang menyamar (bdn. Kol 3:23).
Bunda Teresa memulai panggilan hatinya melayani Tuhan Yesus dengan turun ke
jalan-jalan di pemukiman kumuh di
Calcuta, India,
untuk melayani orang-orang yang paling miskin di antara orang-orang miskin di
daerah itu. Ia memutuskan menanggalkan baju biarawatinya dan mengenakan
kain sari putih dan sandal untuk menyesuaikan dengan masyarakat sekitar. Juga,
sebelum ia benar-benar terjun langsung untuk melayani, ia terlebih dahulu
mempersiapkan segala-sesuatunya dengan mengambil kursus keperawatan selama
beberapa bulan. Setelah mendapat ijin melayani sebagai biarawati independen,
Bunda Teresa memulai pelayanannya dengan apa saja yang ia punyai. Tanpa
perlengkapan yang memadai ia mengajar anak-anak membaca hanya dengan
menuliskannya di tanah. Ia juga mengajarkan anak-anak untuk mulai mengerti
tentang pentingnya mandi dan menggosok gigi. Setelah orang-orang banyak
mengenalnya, ia mulai berkunjung ke keluarga-keluarga lain yang sakit dan
miskin. Selama pelayanannya itu ia menemukan banyak orang-orang miskin yang
butuh dikasihi terus mengalir di depan matanya. Ia mulai kelelahan, tapi ia
tidak pernah berhenti berdoa supaya ia tetap menemukan bantuan, kekuatan dan
berkat Allah untuk terus melayani. dan Ia mengerahkan segenap hati, pikiran,
pengertian dan kekuatannya untuk mengasihi Allah. Lebih dari 50 tahun ia telah
mengabdikan hidupnya secara fisik, emosi dan spiritual untuk mengasihi sesama
sesuai dengan yang Allah perintahkan kepadanya.
Mari kita menunjukkan kasih kepada
Allah dalam wujud-nyata mengasihi sesame kita dengan benar. Jika bukan orang
Kristen yang mengasihi Tuhan lagi menunjukkan Kasih siapa lagi? Gereja atau
kita di dalamnya adalah agen-agen kasih Tuhan. Kalau gereja atau kita di
dalamnya tidak ada lagi kasih, di mana lagi orang menemukannya? Kita bukan
hanya menyampaikan tumpukan pengetahuan dan doktrin-doktrin teologis, namun
kita lebih utama menaburkan kasih.
No comments:
Post a Comment