Search This Blog

Wednesday, 17 October 2018

Khotbah Markus 12: 28-34



BAHAN KHOTBAH Markus 12: 28 – 34
Tema: KEWAJIBAN MANUSIA TERHADAP TUHAN
Pdt. Jusuf Hutapea
I. PENDAHULUAN
            Perintah atau Hukum  tentang mengasihi Allah tidak lengkap tanpa hukum tentang mengasihi sesama. Dari penempatan hukum kedua ini, bisa kita simpulkan bahwa seseorang tidak mungkin bisa mengasihi Allah jika ia tak bisa mengasihi sesamanya. Kasih kepada sesama merupakan bagian yang penting dan integral dari ibadah kepada Allah. How can we love God when we hate/dislike somebody? To love others we must first understand that we are loved by God. Karena barang siapa berkata mengasihi Allah tetapi membeci saudaranya adalah merupakan kebohongan atau dusta. Mengapa karena itu tidak mungkin (bdn. 1Yoh. 2: 4, 9).  Nas yang disampaikan oleh Yesus ini adalah kombinasi antara Ulangan 6: 4-5 dengan Imamat 19: 18. Hukum ini menjadi landasan  hidup dan pedoman bagaimana cara atau sikap hidup berkenan di hadapan Allah. Pertanyaan ahli Taurat  ini mendapatkan jawaban yang sangat bijaksana dari Tuhan Yesus, sekaligus jawaban ini membuat tidak ada seorang pun yang berani bertanya lagi kepada Yesus. Jawaban Yesus ini sepertinya menusuk dalam setiap hati pendengar yang membuat mereka bungkam.
            Mengapa muncul pertanyaan tentang hukum yang terutama kepada Yesus? Karena dalam masa Yesus, orang-orang Yahudi mengumpulkan kurang-lebih 600-an hukum keagamaan. Dan pemimpin agama selalu mencoba untuk membaginya menjadi hukum mayor dan minor. Pengelompokkan hukum ini melahirkan pertentangan karena perbedaan pendapat. Kemungkinan besar pertanyaan kepada Yesus ini adalah untuk memecahkan pertentangan dalam penentuan pengelompokan hukum keagamaan tersebut.  Karena nampaknya tidak ada tujuan pertanyaan ini untuk menjebak Tuhan Yesus (ay. 28, 34). Maka jawaban Yesus ini mendasarkan hukum pada Kasih terhadap Allah dan sesama manusia. Jawaban ini tidak bertentangan dengan hukum mana pun. Itu sebabnya mereka tidak lagi mengajukan pertanyaan atau protes kepada Yesus.
Seluruh kehidupan kita mestinya dilandasi oleh satu hal penting, yaitu mengasihi Allah dan dengan wujudnyatanya mengasihi sesama. Nas ini menginsyafkan kita untuk terus menelisik dan mencermati segala motivasi dari ibadah, atauran-aturan di gerja, perbuatan baik, bahkan doktrin yang kita percayai: apakah itu semua didasari dengan mengasihi Allah dan sesama, ataukah justru karena alasan yang lain? Ini koreksi penting bagi kita dalam memahami Sikap Hidup di Hadapan Tuhan yang harus atas dasar mengasihi Allah dan sesama, itu sebabnya saya membuat tema Kotbah ini adalah KEWAJIBAN MANUSIA TERHADAP TUHAN.

II. Penjelasan Nas
            Dua hal yang akan kita perdalam dalam nas ini tentang Kewajiban Manusia Terhadap Tuhan:
1.   Mengasihi Tuhan Dengan Benar (28-30)
            Di dalam menjawab, Yesus tidak mengacu kepada tradisi para ahli Taurat, tetapi kepada hukum yang tertulis dalam Ulangan 6: 4-5. Kutipan ini diambil dari LXX dengan menambahi kata-kata “dan dengan segenap akal budimu.” Mengapa? Karena menurut hemat saya “akal budi” dan “hati” sesungguhnya adalah hal yang sama dalam pemikiran orang Ibrani. Namun itu berbeda dalam pemikiran orang Yunani. Jawaban Yesus diawali dengan mengatakan: “dengarlah hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.” Perkataan ini diambil dari pengakuan iman yang dikenal sebagai “Shena” dan diucapkan setiap hari oleh orang Yahudi yang saleh. Pengakuan iman ini adalah untuk menegaskan prinsip iman khusus dari kepercayaan orang Ibrani, yaitu bahwa Allah itu esa. Jadi Allah yang dimaksud dikasihi oleh Yesus itu, bukan Allah yang lain tetapi Allah yang ada dalam pengakuan iman orang Ibrani. Allah ini adalah Allah yang benar-benar Allah. Kemudian Yesus melanjutkan dengan “kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” Saya meringkas ini dengan point pertama adalah Mengasihi Allah Dengan Benar. Cara yang benar mengasihi Allah harus dengan sungguh-sungguh (segenap hati dan jiwa), harus dengan segenap kemampuan (akal budi dan kekuatan). Inilah kewajiban pertama manusia terhadap Allah. 

2. Mengasihi Sesama Manusia Dengan Benar (ay. 31-34)
Kewajiban manusia terhadap Allah yang kedua adalah mengasihi sesame manusia dengan benar dan ini menjadi bukti sudah mengasihi Allah dengan benar. Karena kedua kewajiban ini memiliki hubungan yang intergral. Hukum yang kedua ini dikutip kata demi kata dari LXX Imamat 19: 18. Di dalam hukum ini adalah landasan dan ringkasan dari Kewajiban Terhadap Allah menjadi Kewajiban terhadap Sesama. Hukum ini sudah melandasi seruluh hukum Taurat dan kitab para nabi (Mat. 22: 40). Cara yang benar mengasihi sesama adalah harus mengasihi seperti diri sendiri. Mungkin ini bagi sebagian orang kenyataannya aneh. Atau berpikir tidak mungkin. Tetapi inilah klimaks mengasihi yang Yesus harapkan kita lakukan. Buktinya, orang Saduki bungkam dan tidak protes. Tidak ada lagi teka-teki teologis yang mereka sampaikan setelah perkataan Yesus ini. Saya yakin Tuhan memberi kita kemampuan dengan batas kasih seperti ini; mengasihi sesama seperti diri sendiri.  Mengasihi Allah dengan benar dan mengasihi sesama dengan benar lebih penting daripada persembahan dan pengorbanan. Itu sebabnya dikatakan, jika mau mempersembahkan persembahan atau korban, tetapi teringat membeci saudara, maka tinggalkan persembahan itu dan selesaikan dulu persoalan (kasihi lebih dahulu sesamamu) baru kembali mempersembahkan persembahan kepada Tuhan.

III. Perenungan/Refleksi
Saya sangat tertarik dengan satu tokoh yang luar biasa. Jika pernah mendengar kata-katanya ini mungkin kita mengingat dia: “Each one of them is Jesus in disguise” atau terjemahannya, “Masing-masing dari mereka adalah Tuhan Yesus yang sedang menyamar”. Yaitu Bunda Teresa. Siapakah yang dimaksud dengan “mereka”? “Mereka” adalah “sesama” kita; terutama sesama yang sangat membutuhkan belas kasihan kita. Dan mereka itu adalah Tuhan Yesus yang menyamar (bdn. Kol 3:23). Bunda Teresa memulai panggilan hatinya melayani Tuhan Yesus dengan turun ke jalan-jalan di pemukiman kumuh di Calcuta, India, untuk melayani orang-orang yang paling miskin di antara orang-orang miskin di daerah itu.  Ia memutuskan menanggalkan baju biarawatinya dan mengenakan kain sari putih dan sandal untuk menyesuaikan dengan masyarakat sekitar. Juga, sebelum ia benar-benar terjun langsung untuk melayani, ia terlebih dahulu mempersiapkan segala-sesuatunya dengan mengambil kursus keperawatan selama beberapa bulan. Setelah mendapat ijin melayani sebagai biarawati independen, Bunda Teresa memulai pelayanannya dengan apa saja yang ia punyai. Tanpa perlengkapan yang memadai ia mengajar anak-anak membaca hanya dengan menuliskannya di tanah. Ia juga mengajarkan anak-anak untuk mulai mengerti tentang pentingnya mandi dan menggosok gigi. Setelah orang-orang banyak mengenalnya, ia mulai berkunjung ke keluarga-keluarga lain yang sakit dan miskin. Selama pelayanannya itu ia menemukan banyak orang-orang miskin yang butuh dikasihi terus mengalir di depan matanya. Ia mulai kelelahan, tapi ia tidak pernah berhenti berdoa supaya ia tetap menemukan bantuan, kekuatan dan berkat Allah untuk terus melayani. dan Ia mengerahkan segenap hati, pikiran, pengertian dan kekuatannya untuk mengasihi Allah. Lebih dari 50 tahun ia telah mengabdikan hidupnya secara fisik, emosi dan spiritual untuk mengasihi sesama sesuai dengan yang Allah perintahkan kepadanya.
            Mari kita menunjukkan kasih kepada Allah dalam wujud-nyata mengasihi sesame kita dengan benar. Jika bukan orang Kristen yang mengasihi Tuhan lagi menunjukkan Kasih siapa lagi? Gereja atau kita di dalamnya adalah agen-agen kasih Tuhan. Kalau gereja atau kita di dalamnya tidak ada lagi kasih, di mana lagi orang menemukannya? Kita bukan hanya menyampaikan tumpukan pengetahuan dan doktrin-doktrin teologis, namun kita lebih utama menaburkan kasih.

No comments:

Post a Comment

Jagalah Hatimu