Pdt. Jusuf Hutapea
Gereja menjadi
ajang untuk mempromosikan model teologi dan model ibadah untuk mencari pengikut
sebanyak-banyaknya. Tidak jarang ada saling menghakimi antara gereja sebagai
tubuh Kristus. Gereja lebih sibuk memperdebatkan hal-hal yang tidak begitu
esensial.
Setiap kiasan
yang dipakai untuk melukiskan gereja adalah untuk menjelaskan kesatuan gereja.
Kesatuan gereja merupakan hal yang esensial. Gereja dilukiskan sebagai “tubuh Kristus” adalah untuk menjelaskan kesatuan orang-orang
percaya sebagai anggota tubuh Kristus. Tubuh Kristus yang begitu sempurna,
lengkap dan indah, bukan hanya luka tergores, tetapi menjadi tersayat-sayat dan
terpotong-potong.
Konsep tubuh
Kristus merupakan dasar untuk melihat gereja sebagai organisme dan bukan
sebagai organisasi. Organisme berperan untuk menciptakan dan mempertahankan
persekutuan dan persatuan jemaat. Tetapi organisasi lebih berpeluang untuk
menciptakan perpecahan ditengah-tengah gereja, baik secara internal (sesama
organisasi) maupun eksternal (dengan organisasi gerja lain). Jika gereja
dilihat sebagai organisme, maka yang ditekankan di sana adalah kualitas persekutuan orang
beriman, dan dalam persekutuan itu mereka tidak mengenal Yahudi dan bukan
Yahudi, budak atau orang merdeka, wanita atau pria (Gal. 3:28), karena persekutuan itu telah
mempersatukannya.
Melihat fenomena
terhadap gereja Tuhan di tengah zaman yang mengalami perubahan, telah membawa
gereja kepada pemikiran yang sulit. Artinya bahwa ada segudang pertanyaan yang
dapat dilontarkan kepada gereja. Di mana Gereja senantiasa berubah dan bergeser
dari subtansinya. Untuk itu Gereja perlu mengevaluasi kembali dirinya sesuai
dengan perfekstif Perjajian Baru. Gereja
dewasa ini perlu melihat kembali apa tujuan Allah bagi pendirian gereja di
dunia ini. Gereja itu mempunyai esensinya sendiri yang harus dipertahankan.
Zaman boleh berubah tetapi esensi gereja sebagai alat dan lembaga Tuhan di
dunia ini harus tetap dipertahankan.
Fenomena yang
kedua gereja dewasa ini, banyak anggota jemaat bersikap pasif, hanya menjadi
penonton saja, dan tidak tahu apa tujuannya sebagai jemaat atau anggota gereja.
Jemaat merasa sudah cukup untuk menghadiri kebaktian minggu saja. Semakin
sedikit orang yang bersedia untuk terlibat dalam pelayanan, karena mereka tidak
mau dibebani oleh tugas-tugas gerejawi. Fenomena ini diakibatkan karena kurangnya
pemahaman jemaat tentang fungsi dan tugas panggilan gereja di dunia ini.
Akhirnya karena fenomena seperti ini, dampak gereja bagi dunia luar kurang
berpengaruh. Untuk itu Gereja perlu mendemonstrasikan visinya, supaya rencana
dan pekerjaan Allah tergenapi melalui panggilan-Nya bagi Gereja.
Fenomena yang
ketiga gereja dewasa ini adalah, gereja sebagai organisasi lebih banyak
menghabiskan waktu untuk berorganisasi dengan berbagai macam kegiatan. Banyak
dana dan tenaga yang habis hanya merealisasikan program-program gereja sebagai
organisasi. Sehingga sering sekali masalah keuangan paling banyak menyita
perhatian ketimbang masalah pelayanan gereja. Tanggung jawab gereja seharusnya
yang utama dan yang paling banyak menyita pikiran dan waktu seluruh jemaat
adalah untuk memenuhi tugas panggilan Tuhan yaitu; menginjili, bersekutuan dan
mengabdikan diri kepada Tuhan. Oleh karena itu Gereja harus mengutamakan tugas
Panggilannya ketimbang urusan Gereja sebagai organisasi. Perlu diperhatikan dan
dipahami bahwa Gereja bukan sekedar sebagai organisasi seperti sekuler, tetapi
merupakan organisme. Dimana dalam pelayanan Gereja sebagai organisasi ada
kehidupan. Melalui organisasi Gereja, penginjilan, pelayanan sosial dan
persekutuan harus hidup.
Fenomena yang keempat adalah,
kadang-kadang ada beberapa Gereja menganggap dan mengklaim gerejanya yang
benar. Sehingga sering terjadi perpecahan Gereja sebagai tubuh Kristus. Hal ini
sering sekali membuat Gereja bersoal masalah dogma, liturgis dan organisasi,
tetapi kadang-kadang subtansi Gereja jadi terabaikan. Oleh karena persoalan
dogma sehingga Gereja mengalami perpecahan. Oleh karena liturgis Gereja yang
berbeda sering sekali membuat Gereja tidak duduk bersama dan bekerja sama dalam
pelayanan. Menurut penulis fenomena ini perlu di kritisi dan di evaluasi oleh
gereja, supaya jangan karena persoalan yang tidak perlu sehingga menghilangkan
subtasi gereja. Sehingga kesatuan Gereja dapat terus dipertahankan jika gereja sama-sama
fokus dan bekerja sama melaksanakan tugas panggilannya tanpa melihat perbedaan
dogma, liturgis dan organisasinya.

No comments:
Post a Comment