Search This Blog

Thursday, 18 October 2018

Sejarah Singkat Huria Kristen Indonesia (HKI)

SEJARAH SINGKAT 
HURIA KRISTEN INDONESIA (HKI)
HKI adalah singkatan dari HURIA KRISTEN INDONESIA. Huria yang artinya adalah ”Milik Tuhan” atau dari kata Yunani ”Kuriaken” ”Milik Kurios” atau ”Milik Tuhan”. HKI lahir karena hadirnya Injil di tanah Batak melalui penginjil utusan badan Zending (RMG) dari Jerman. Di antaranya adalah Pdt. Dr. Ingwer Ludwing Nommensen. Dibawah pimpinannya orang batak dibawa keluar dari kegelapan menuju terang Injil. Gereja pertama yang mandiri adalah HChB (Huria Kristen Batak).  Jemaat pertama di Pantoan didirikan oleh Sutan Malu tanggal 1 Mei 1927, sedangkan jemaat di Nagadolok didirikan M.T. Lumbangaol tanggal 4 November 1928. Berdiri lagi jemaat di Semangat Baris tanggal 20 Januari 1929. Itulah jemaat mula-mula H.Ch.B. yang masing-masing berdiri sendiri sebelum mereka mempersekutukan diri secara terorganisir tanggal 1 September 1929.
Orang Batak menerima Injil, karena Injil tidak mencabut mereka dari “kebatakan” mereka, dan juga selalu berusaha tetap sebagai “raja” di negerinya sendiri. Adanya kecenderungan gereja di tahun 1920-an membuat orang Batak hendak lepas dari tradisi kebatakannya dan tidak menjadi “raja” di negerinya (melalui pembuatan peraturan peraturan gereja dan undang-undang penjajahan), mengundang reaksi keras dari kalangan warga gereja. (bd. Munculnya Pardonganon Mission Batak dipimpin: Pdt. Henokh Lumban Tobing; Gerakan Hatopan Kristen Batak yang dimpimpin M.H. Manullang, yang kemudian menjadi Pendeta H.Ch.B/HKI).
         Dari sejak semula I.L. Nommensen telah mempersiapkan gereja Batak menjadi gereja yang mandiri dan dewasa tanpa dipimpin missionaris dari Eropa. Tetapi sepeninggalnya, ada sekilas usaha mempertahankan status quo, padahal arus bawah yang telah dirayapi semangat nasionalisme atau kemandirian dan telah menuntut perubahan yang mengarah pada tuntutan menggantikan kepemimpinan gereja dengan tenaga-tenaga Pendeta Batak. Tahun 1927 menjadi tahun pencetusan kumpulan-kumpulan orang Kristen yang menyatakan diri terpisah dari gereja zending RMG: Mission Batak di Medan (17 Juli 1927), Punguan Kristen Batak di Jakarta (10 Juli 1927), dan Hoeria Christen Batak di Pematangsiantar (1 Mei 1927); disusul Partai 123/HKB di Medan (9 Desember 1928) yaitu HKI Dahlia sekarang. HKB dan HChB bergabung menjadi satu organisasi sejak tanggal 15 Mei 1932 dengan nama Hoeria Christen Batak (H.Ch.B). Pendiri H.Ch.B, Pendeta Frederick Sutan Malu Panggabean mengutip Yakobus 1:22 sewaktu dia menerangkan kepada perwakilan pemerintah mengapa harus mendirikan H.Ch.B. “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja, sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri”.
         Menurut berita yang ditulis Pendeta F.S.M. Panggabean, H.Ch.B. dinyatakan resmi berdiri pada tanggal 1 Mei 1927. Pada hari peresmian itu diadakan pesta yang dihadiri wakil pemerintah dan para undangan. Pesta itu dimeriahkan Blazz musik dari Peanajagar, Balige yang memberi waktu dan tenaganya dengan suka rela demi peresmian “jemaat zelfstanding” itu. Peresmian itu didahului dengan pemberitahuan secara resmi kepada pimpinan gereja zending, bahwa mulai dari itu mereka zelfstanding (berdiri sendiri), namun bukan berarti menutup segala kerja sama antar badan atau huria.
Di samping membenahi diri sebagai persekutuan atau huria/jemaat dan mengembangkan diri dengan pembukaan jemaat-jemaat baru, pimpinan H.Ch.B bekerja keras untuk meletakkan dasar hukumnya pada Injil dan mendapat legitimasi selaku badan resmi di hadapan pemerintah. Untuk itu disusunlah Statuten dan Houshoudelijk Reglement (Tata Gereja dan PRT) yang digunakan memohon Rechtperson dari pemerintah. Dalam permohonan diminta agar diberikan Recht person badan itu selaku Vereeniging Zending Genootschap (VZG) H.Ch.B.
Pencarian Rechtperson itu dilakukan, dan pemerintah memberikan beslit Rechtperson (badan hukum) No. 29 kepada H.Ch.B. tanggal 27 Mei 1933 selaku Vereeniging H.Ch.B bukan sebagai VZG H.Ch.B. Dengan Rechtperson tersebut H.Ch.B diakui sebagai salah satu lembaga di tengah masyarakat, (ibarat sebuah yayasan berbadan hukum di zaman sekarang). Rechtperson itu bukan pengakuan kepada H.Ch.B selaku Kerk (gereja). Hal itu lain dengan Rechtperson yang diberikan pemerintah kepada Gereformende Kerk (No.?) dan Rechtperson gereja zending Batak No. 48 tanggal 11 Juni 1931 yang mengakuinya sebagai “Kerk”. Dengan demikian H.Ch.B belum diizinkan membaptis orang-orang yang ingin masuk menjadi anggotanya. Oleh karena itu F.S.M. Panggabean terus berusaha agar H.Ch.B menerima surat izin (beslit) melakukan baptisan, sehingga Vereeniging yang dia dirikan itu dapat berfungsi sebagai gereja. Usaha itu berhasil dengan diberikannya beslit No. 17 tanggal 6 Juli 1933 kepada H.Ch.B.
            Dengan demikian di hadapan Negara H.Ch.B adalah Vereeniging yang berhak melakukan Baptisan (jadi berbeda dengan VOC selaku Vereeniging), tetapi bagi anggota H.Ch.B adalah suatu Huria (milik Kristus) yang secara mandiri berusaha menjadi “pelaku firman Tuhan”. Statuten dan Houshoudelijk Reglement H.Ch.B 1929 itulah yang sah sebagai dasar hukum H.Ch.B di hadapan Negara dan tidak pernah diganti-ganti selama H.Ch.B ada, walaupun dalam tubuh H.Ch.B mengalami pergolakan-pergolakan. Rechtperson yang berhasil diperoleh dengan segala macam pergumulan itu dipestakan (yang disebut dengan pesta Rechtperson), yang sekaligus merupakan upaya menyadarkan warga H.Ch.B bahwa mereka sebenarnya bukanlah suatu organisasi liar, tetapi suatu organissi yang berbadan hukum. Tetapi dengan demikian, tantangan bukannya berkurang malahan bertambah. Sebab gereja zending melihat kehadiran H.Ch.B sebagai duri dalam daging. Tetapi tantangan yang lebih berat datangnya dari dalam H.Ch.B sendiri, yang timbul dari ambisi pribadi dan kekurang pahaman struktur organisasi yang diaturkan dalam statuten dan HHR dan penyimpangan penerapannya.
Sewaktu H.Ch.B hendak mengadakan Sinode Agung di H.Ch.B Patane Porsea tanggal 16-17 November 1946 F.S.M. Panggabean yang melihat dirinya sebagai pimpinan tertinggi VZG H.Ch.B, mengatakan Pendeta Farel Simanjuntak menjadi pimpinan para Pendeta H.Ch.B yang setia kepadanya, untuk menghadapi kelompok Raja Saul Lumban Tobing, dalam rangka menyelesaikan kemelut yang  berkepanjangan dalam tubuh H.Ch.B pada Sinode tersebut. Dengan pendelegasian seperti itu rupanya pimpinan “VZG H.Ch.B” beranggapan bahwa kemelut yang ada itu merupakan masalah yang perlu diselesaikan di tingkat bawah saja, tanpa menggugat kedudukan F.S.M. Panggabean yang melihat dirinya sebagai pimpinan suatu badan zending yang dia anggap sendiri. Sebenarnya ada bebera kemulut-kemelut besar yang dihadapi oleh HKI mulai berdiri sampai saat. Kemungkinan besar itu yang membuat susah untuk berkembang, karena sibuk menyelesaikan kemelut-kemelut internal HKI.
Sinode Agung Patane tersebut berhasil menyelesaikan kemelut dan perpecahan-perpecahan dalam H.Ch.B. Artinya kubu F.S.M. Panggabean dan kubu Raja Saul Lumban Tobing berhasil “mengubur” segala perbedaan pendapat. Tetapi demi persatuan itu H.Ch.B harus diganti namanya menjadi Huria Kristen Indonesia (HKI). Hal itu dipandang sesuai dengan semangat kemerdekaan Indonesia waktu itu. Dan sehubungan dengan penggantian nama itu juga diadakan pemilihan pucuk pimpinan HKI.
Dengan demikian Sinode Agung ini membatalkan anggapan F.S.M. Panggabean sebagai pimpinan yang lebih tinggi bagi mereka. Melihat kenyataan yang tidak diharapkan ini. F.S.M. Panggabean menyebarkan surat keberatan, ketidaksetujuan atas keputusan Sinode tersebut. Beliau menyatakan tetap sebagai pimpinan H.Ch.B dan tidak mengakui HKI sebagai nama H.Ch.B. Mayoritas jemaat H.Ch.B mematuhi keputusan Sinode Agung Patane tersebut, tetapi sebagian kecil mengikuti seruan F.S.M. Panggabean dan tetap mengakuinya sebagai pimpinan H.Ch.B. Dengan demikian Sinode Agung Patane sekaligus awal perpecahan H.Ch.B dalam dua pimpinan dan dua nama yaitu H.Ch.B dan HKI dan keduanya saling “menggigit”. Perpecahan ini baru dapat diselesaikan pada tahun 1977, setelah F.S.M. Panggabean meninggal. F.S.M. Panggabean terus memimpin jemaat-jemaat H.Ch.B yang diakuinya. Kemudian beliau berusaha menuangkan cita-citanya membuat H.Ch.B sebagai VZG H.Ch.B, dengan membuat peraturan baru dan mencari pengakuannya dari pemerintah.
Sehubungan dengan perkaranya menuntut pucuk pimpinan HKI yang dia tuduh mencaplok “harta benda” H.Ch.B, F.S.M. Panggabean juga membuat sanggahan kepada pemerintah bahwa HKI merupakan lanjutan H.Ch.B. Kemudian F.S.M. Panggabean, dkk mengadakan sinode untuk kelompoknya guna mengganti nama H.Ch.B menjadi Gereja Kristen Batak (GKB) dan kemudian pemerintah mensahkan bahwa GKB adalah lanjutan dari pada H.Ch.B. Hal itu penting agar dapat meneruskan perkaranya menuntut HKI mengembalikan jemaat-jemaat H.Ch.B yang dulu dan sekarang menjadi HKI. Akhirnya HKI memenangkan perkara menghadapi tuntutan F.S.M. Panggabean tersebut. Setelah F.S.M. Panggabean meninggal, kepemimpinan GKB diwariskan kepada anaknya Posman Panggabean. Dalam kepemimpinan anaknya yang bukan Pendeta ini, akhirnya HKI dan GKB bergabung pada tahun 1977. Hal ini merupakan hadiah Pesta Jubileum 50 tahun H.Ch.B/HKI tahun 1977 yang dirayakan besar-besaran
Sebelum HKI diterima masuk ke DGI atau PGI sekarang, HKI benar-benar sangat menderita, karena dianggap sesat dan tidak memiliki hubungan dengan organisasi gereja apapun, baik di dalam dan di luar Negeri. Murni HKI hanya berdiri di atas kaki sendiri. Setelah 40 Tahun HKI tertutup dan tidak ada hubungan dengan organisasi gereja lain, maka Sidang DGI di Makassar mensahkan HKI menjadi anggota DGI pada tanggal, 29 Oktober 1967. Mulai dari disahkannya HKI anggota DGI maka mempercepat langkah-langkah HKI memasuki organisasi-organisasi gerejawi di tingkat lokal, regional, nasional dan internasional (BKAG; DGI/PGI Wilayah, DGI/PGI, CCA, DGD, LWF). Sekarang HKI menjadi anggota badan-badan ini. Selain itu HKI juga anggota dalam Lembaga Komunikasi Sejahtera; Pendidikan Theologia Eksensi. HKI kembali menjalin hubungan dengan VEM (RMG dulu), dan dalam rangka kerjasama itu terjalin hubungan partnership antara HKI dengan KK. HAMM di Jerman. Gereja yang berpartner ini sudah beberapa kali mengadakan pertukaran pemuda dan secara rutin merayakan minggu partnership. Dengan gereja-gereja Lutheran seperti ELCA dan LCA, HKI mempunyai hubungan yang baik. Tenaga dari ELCA dan VEM telah bekerja di HKI. Dan pendeta HKI telah bekerja di VEM di Jerman.



No comments:

Post a Comment

Jagalah Hatimu