SEJARAH SINGKAT
HURIA
KRISTEN INDONESIA (HKI)
HKI
adalah singkatan dari HURIA KRISTEN INDONESIA. Huria yang artinya adalah ”Milik
Tuhan” atau dari kata Yunani ”Kuriaken” ”Milik
Kurios” atau ”Milik Tuhan”. HKI lahir karena hadirnya Injil di tanah Batak melalui
penginjil utusan badan Zending (RMG) dari Jerman. Di antaranya adalah Pdt. Dr.
Ingwer Ludwing Nommensen. Dibawah pimpinannya orang batak dibawa keluar dari
kegelapan menuju terang Injil. Gereja pertama yang mandiri adalah HChB (Huria
Kristen Batak). Jemaat pertama di Pantoan didirikan oleh Sutan Malu
tanggal 1 Mei 1927, sedangkan jemaat di Nagadolok didirikan M.T. Lumbangaol
tanggal 4 November 1928. Berdiri lagi jemaat di Semangat Baris tanggal 20
Januari 1929. Itulah jemaat mula-mula H.Ch.B. yang masing-masing berdiri
sendiri sebelum mereka mempersekutukan diri secara terorganisir tanggal 1
September 1929.
Orang Batak menerima Injil, karena Injil tidak mencabut mereka dari
“kebatakan” mereka, dan juga selalu berusaha tetap sebagai “raja” di negerinya sendiri.
Adanya kecenderungan gereja di tahun 1920-an membuat orang Batak hendak lepas
dari tradisi kebatakannya dan tidak menjadi “raja” di negerinya (melalui
pembuatan peraturan peraturan gereja dan undang-undang penjajahan), mengundang
reaksi keras dari kalangan warga gereja. (bd. Munculnya Pardonganon Mission
Batak dipimpin: Pdt. Henokh Lumban Tobing; Gerakan Hatopan Kristen Batak yang
dimpimpin M.H. Manullang, yang kemudian menjadi Pendeta H.Ch.B/HKI).
Dari sejak semula I.L. Nommensen telah
mempersiapkan gereja Batak menjadi gereja yang mandiri dan dewasa tanpa
dipimpin missionaris dari Eropa. Tetapi sepeninggalnya, ada sekilas usaha
mempertahankan status quo, padahal arus bawah yang telah dirayapi semangat
nasionalisme atau kemandirian dan telah menuntut perubahan yang mengarah pada
tuntutan menggantikan kepemimpinan gereja dengan tenaga-tenaga Pendeta Batak.
Tahun 1927 menjadi tahun pencetusan kumpulan-kumpulan orang Kristen yang
menyatakan diri terpisah dari gereja zending RMG: Mission Batak di Medan (17
Juli 1927), Punguan Kristen Batak di Jakarta (10 Juli 1927), dan Hoeria
Christen Batak di Pematangsiantar (1 Mei 1927); disusul Partai 123/HKB di Medan
(9 Desember 1928) yaitu HKI Dahlia sekarang. HKB dan HChB bergabung menjadi
satu organisasi sejak tanggal 15 Mei 1932 dengan nama Hoeria Christen Batak
(H.Ch.B). Pendiri H.Ch.B, Pendeta Frederick Sutan Malu Panggabean mengutip
Yakobus 1:22 sewaktu dia menerangkan kepada perwakilan pemerintah mengapa harus
mendirikan H.Ch.B. “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya
pendengar saja, sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri”.
Menurut berita yang ditulis Pendeta
F.S.M. Panggabean, H.Ch.B. dinyatakan resmi berdiri pada tanggal 1 Mei 1927.
Pada hari peresmian itu diadakan pesta yang dihadiri wakil pemerintah dan para
undangan. Pesta itu dimeriahkan Blazz musik dari Peanajagar, Balige yang
memberi waktu dan tenaganya dengan suka rela demi peresmian “jemaat
zelfstanding” itu. Peresmian itu didahului dengan pemberitahuan secara resmi kepada
pimpinan gereja zending, bahwa mulai dari itu mereka zelfstanding (berdiri
sendiri), namun bukan berarti menutup segala kerja sama antar badan atau huria.
Di samping membenahi diri sebagai persekutuan atau huria/jemaat dan
mengembangkan diri dengan pembukaan jemaat-jemaat baru, pimpinan H.Ch.B bekerja
keras untuk meletakkan dasar hukumnya pada Injil dan mendapat legitimasi selaku
badan resmi di hadapan pemerintah. Untuk itu disusunlah Statuten dan
Houshoudelijk Reglement (Tata Gereja dan PRT) yang digunakan memohon
Rechtperson dari pemerintah. Dalam
permohonan diminta agar diberikan Recht person badan itu selaku Vereeniging
Zending Genootschap (VZG) H.Ch.B.
Pencarian Rechtperson itu dilakukan, dan pemerintah memberikan beslit
Rechtperson (badan hukum) No. 29 kepada H.Ch.B. tanggal 27 Mei 1933 selaku
Vereeniging H.Ch.B bukan sebagai VZG H.Ch.B. Dengan Rechtperson tersebut H.Ch.B
diakui sebagai salah satu lembaga di tengah masyarakat, (ibarat sebuah yayasan
berbadan hukum di zaman sekarang). Rechtperson itu bukan pengakuan kepada
H.Ch.B selaku Kerk (gereja). Hal itu lain dengan Rechtperson yang diberikan
pemerintah kepada Gereformende Kerk (No.?) dan Rechtperson gereja zending Batak
No. 48 tanggal 11 Juni 1931 yang mengakuinya sebagai “Kerk”. Dengan demikian
H.Ch.B belum diizinkan membaptis orang-orang yang ingin masuk menjadi
anggotanya. Oleh karena itu F.S.M. Panggabean terus berusaha agar H.Ch.B
menerima surat izin (beslit) melakukan baptisan, sehingga Vereeniging yang dia
dirikan itu dapat berfungsi sebagai gereja. Usaha itu berhasil dengan
diberikannya beslit No. 17 tanggal 6 Juli 1933 kepada H.Ch.B.
Dengan demikian di hadapan Negara
H.Ch.B adalah Vereeniging yang berhak melakukan Baptisan (jadi berbeda dengan
VOC selaku Vereeniging), tetapi bagi anggota H.Ch.B adalah suatu Huria (milik
Kristus) yang secara mandiri berusaha menjadi “pelaku firman Tuhan”. Statuten
dan Houshoudelijk Reglement H.Ch.B 1929 itulah yang sah sebagai dasar hukum
H.Ch.B di hadapan Negara dan tidak pernah diganti-ganti selama H.Ch.B ada,
walaupun dalam tubuh H.Ch.B mengalami pergolakan-pergolakan. Rechtperson yang
berhasil diperoleh dengan segala macam pergumulan itu dipestakan (yang disebut
dengan pesta Rechtperson), yang sekaligus merupakan upaya menyadarkan warga
H.Ch.B bahwa mereka sebenarnya bukanlah suatu organisasi liar, tetapi suatu
organissi yang berbadan hukum. Tetapi dengan demikian, tantangan bukannya
berkurang malahan bertambah. Sebab gereja zending melihat kehadiran H.Ch.B
sebagai duri dalam daging. Tetapi tantangan yang lebih berat datangnya dari
dalam H.Ch.B sendiri, yang timbul dari ambisi pribadi dan kekurang pahaman
struktur organisasi yang diaturkan dalam statuten dan HHR dan penyimpangan
penerapannya.
Sewaktu H.Ch.B hendak mengadakan Sinode Agung di H.Ch.B
Patane Porsea tanggal 16-17 November 1946 F.S.M. Panggabean yang melihat
dirinya sebagai pimpinan tertinggi VZG H.Ch.B, mengatakan Pendeta Farel
Simanjuntak menjadi pimpinan para Pendeta H.Ch.B yang setia kepadanya, untuk
menghadapi kelompok Raja Saul Lumban Tobing, dalam rangka menyelesaikan kemelut
yang berkepanjangan dalam tubuh H.Ch.B
pada Sinode tersebut. Dengan pendelegasian seperti itu rupanya pimpinan “VZG
H.Ch.B” beranggapan bahwa kemelut yang ada itu merupakan masalah yang perlu
diselesaikan di tingkat bawah saja, tanpa menggugat kedudukan F.S.M. Panggabean
yang melihat dirinya sebagai pimpinan suatu badan zending yang dia anggap
sendiri. Sebenarnya ada bebera kemulut-kemelut besar yang dihadapi oleh HKI
mulai berdiri sampai saat. Kemungkinan besar itu yang membuat susah untuk
berkembang, karena sibuk menyelesaikan kemelut-kemelut internal HKI.
Sinode Agung Patane tersebut berhasil menyelesaikan
kemelut dan perpecahan-perpecahan dalam H.Ch.B. Artinya kubu F.S.M. Panggabean
dan kubu Raja Saul Lumban Tobing berhasil “mengubur” segala perbedaan pendapat.
Tetapi demi persatuan itu H.Ch.B harus diganti namanya menjadi Huria Kristen
Indonesia (HKI). Hal itu dipandang sesuai dengan semangat kemerdekaan Indonesia
waktu itu. Dan sehubungan dengan penggantian nama itu juga diadakan pemilihan
pucuk pimpinan HKI.
Dengan demikian Sinode Agung ini membatalkan anggapan
F.S.M. Panggabean sebagai pimpinan yang lebih tinggi bagi mereka. Melihat
kenyataan yang tidak diharapkan ini. F.S.M. Panggabean menyebarkan surat keberatan,
ketidaksetujuan atas keputusan Sinode tersebut. Beliau menyatakan tetap sebagai
pimpinan H.Ch.B dan tidak mengakui HKI sebagai nama H.Ch.B. Mayoritas jemaat
H.Ch.B mematuhi keputusan Sinode Agung Patane tersebut, tetapi sebagian kecil
mengikuti seruan F.S.M. Panggabean dan tetap mengakuinya sebagai pimpinan
H.Ch.B. Dengan demikian Sinode Agung Patane sekaligus awal perpecahan H.Ch.B
dalam dua pimpinan dan dua nama yaitu H.Ch.B dan HKI dan keduanya saling
“menggigit”. Perpecahan ini baru dapat diselesaikan pada tahun 1977, setelah
F.S.M. Panggabean meninggal. F.S.M. Panggabean terus memimpin jemaat-jemaat
H.Ch.B yang diakuinya. Kemudian beliau berusaha menuangkan cita-citanya membuat
H.Ch.B sebagai VZG H.Ch.B, dengan membuat peraturan baru dan mencari pengakuannya
dari pemerintah.
Sehubungan dengan perkaranya menuntut pucuk pimpinan HKI
yang dia tuduh mencaplok “harta benda” H.Ch.B, F.S.M. Panggabean juga membuat
sanggahan kepada pemerintah bahwa HKI merupakan lanjutan H.Ch.B. Kemudian
F.S.M. Panggabean, dkk mengadakan sinode untuk kelompoknya guna mengganti nama
H.Ch.B menjadi Gereja Kristen Batak (GKB) dan kemudian pemerintah mensahkan
bahwa GKB adalah lanjutan dari pada H.Ch.B. Hal itu penting agar dapat
meneruskan perkaranya menuntut HKI mengembalikan jemaat-jemaat H.Ch.B yang dulu
dan sekarang menjadi HKI. Akhirnya HKI memenangkan perkara menghadapi tuntutan
F.S.M. Panggabean tersebut. Setelah F.S.M. Panggabean meninggal, kepemimpinan
GKB diwariskan kepada anaknya Posman Panggabean. Dalam kepemimpinan anaknya
yang bukan Pendeta ini, akhirnya HKI dan GKB bergabung pada tahun 1977. Hal ini
merupakan hadiah Pesta Jubileum 50 tahun H.Ch.B/HKI tahun 1977 yang dirayakan
besar-besaran
Sebelum HKI diterima masuk ke DGI atau PGI sekarang, HKI benar-benar sangat
menderita, karena dianggap sesat dan tidak memiliki hubungan dengan organisasi
gereja apapun, baik di dalam dan di luar Negeri. Murni HKI hanya berdiri di
atas kaki sendiri. Setelah 40 Tahun HKI tertutup dan tidak ada hubungan dengan
organisasi gereja lain, maka Sidang DGI di Makassar mensahkan HKI menjadi
anggota DGI pada tanggal, 29 Oktober 1967. Mulai dari disahkannya HKI anggota
DGI maka mempercepat langkah-langkah HKI memasuki organisasi-organisasi
gerejawi di tingkat lokal, regional, nasional dan internasional (BKAG; DGI/PGI
Wilayah, DGI/PGI, CCA, DGD, LWF). Sekarang HKI menjadi anggota badan-badan ini.
Selain itu HKI juga anggota dalam Lembaga Komunikasi Sejahtera; Pendidikan
Theologia Eksensi. HKI kembali menjalin hubungan dengan VEM (RMG dulu), dan
dalam rangka kerjasama itu terjalin hubungan partnership antara HKI dengan KK.
HAMM di Jerman. Gereja yang berpartner ini sudah beberapa kali mengadakan
pertukaran pemuda dan secara rutin merayakan minggu partnership. Dengan
gereja-gereja Lutheran seperti ELCA dan LCA, HKI mempunyai hubungan yang baik.
Tenaga dari ELCA dan VEM telah bekerja di HKI. Dan pendeta HKI telah bekerja di
VEM di Jerman.

No comments:
Post a Comment